Rabu, 05 Oktober 2011

SEBUAH BONEKA DAN MAWAR PUTIH


 (Cinta dan Duka)

Saya bergegas ke sebuah mini market untuk memburu beberapa hadiah Natal pada menit-menit terakhir. Saya menggerutu pada diri sendiri sambil melihat orang-orang di sekeliling.  Saya akan di sini selamanya, padahal saya punya banyak hal untuk dilakukan.  Natal telah dimulai seperti sebuah magnet. Saya berharap bahwa saya bisa tidur sepanjang Natal. Tapi, saat ini saya berusaha sebisa mungkin untuk menerobos kerumunan menuju ke toko mainan. Sekali lagi, saya menggerutu pada diri sendiri melihat harga-harga yang terpampang pada label mainan-mainan itu.

Saya ragu, apakah nanti cucu-cucu itu mau bermain dengan mainan-mainan ini. Sekarang, saya sudah berada di deretan boneka.  Dari sudut mata saya, saya melihat seorang anak laki-laki berumur kira-kira 5 tahun memegang sebuah boneka cantik. Dia menyentuh rambut boneka itu dan memeganginya dengan lembut. Saya tidak bisa mengendalikan diri. Saya terus memandangi anak kecil itu dan bertanya-tanya untuk siapa gerangan boneka itu akan dia berikan. Saya melihat dia berbalik kepada seorang wanita _yang ternyata adalah bibinya_ dan berkata, “Apakah bibi yakin, saya tidak punya cukup uang?”. Perempuan itu menjawab agak ketus, “Kamu sudah tahu, kalau uangmu tidak cukup untuk membelinya”.

Sang bibi memperingati anak itu agar tidak pergi kemana-mana, karena dia mau belanja barang-barang lain dan akan kembali dalam beberapa menit. Kemudian dia meninggalkan rak boneka itu. Saya menemui anak laki-laki itu dan bertanya untuk siapa boneka itu akan dia berikan. Anak itu menjawab, “Boneka ini untuk adik perempuanku, yang sangat ingin memilikinya di hari Natal.  Dia percaya bahwa Santa akan membawakan boneka ini untuknya”. Saya meyakinkan anak laki-laki itu bahwa Santa mungkin akan memberikan boneka itu untuk adiknya. “Tidak. Santa tidak bisa menemui adik saya … Saya harus memberikan kepada mama untuk diantar ke adik saya”. Saya heran. Saya bertanya, di mana adiknya berada. Dia memandang saya dengan tatapan sendu dan berkata, “Dia sudah pergi bersama Yesus! Papa berkata, bahwa mama juga akan pergi menemui dia” 

Jantung saya hamper berhenti berdetak. Anak itu kembali melihat saya dan berkata, “Saya bilang ke papa agar meminta mama untuk tidak pergi dulu. Saya menyuruh papa memberitahu mama agar menunggu saya pulang dari toko.” Anak itu bertanya apakah saya mau melihat fotonya dan saya mengangguk. Dia mengeluarkan beberapa foto yang dia ambil di depan toko.

 “Saya ingin mama membawa foto-foto ini bersamanya agar dia tidak lupa pada saya. Saya sangat mencintai mama dan seandainya dia tidak harus pergi menginggalkan saya. Tapi kata papa, adik saya butuh mama di sana.” Katanya lugu. Saya melihat anak itu menundukkan kepalanya dan hening beberapa saat.

Ketika dia tidak melihat, saya mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Saya bertanya kepada anak itu, “Bisa kita hitung lagi uang kamu?”. Dia mulai bersemangat dan berkata, “Ya, saya tahu bahwa uang itu seharusnya cukup.”  Kemudian, saya menyelipkan beberapa lembar uang saya dan mulai menghitung. Tentu saja sekarang uang itu sudah cukup untuk membeli boneka. Dia berkata setengah berbisik, “Terimakasih Tuhan, telah mencukupkan uang saya”. Kemudian katanya, “Tadi saya berdoa kepada Yesus untuk memberi saya cukup uang, sehingga mama bisa bawa boneka ini  untuk adik saya. Dia dengar doa saya. Saya ingin meminta cukup uang juga untuk membeli sebuah mawar putih untuk mama, tapi saya tidak melakukannya. Ternyata, Dia memberi saya uang yang cukup untuk membeli sebuah boneka dan juga sebuah mawar untuk mama. Mama sangat menyukai mawat putih. Sungguh!”

Beberapa menit berselang, si Bibi datang dan saya menyeret keranjang saya menjauh dari anak itu. Saya tidak bisa berhenti memikirkan anak itu dan saya menyelesaikan belanjaan saya dengan semangat yang jauh berbeda dibanding sebelumbertemu anak itu. Dan saya terus mengingat berita yang saya baca di Koran beberapa hari sebelumnya tentang sebuah supir mabuk yang menggulingkan mobilnya dan membunuh seorang anak perempuan dan membuat ibu anak itu cedera dalam kondisi yang serius. Keluarga itu memutuskan apakan mereka akan kehilangan dukungan dalam kehidupan mereka. Sekarang, saya yakin bahwa anak itu tidak termasuk dalam cerita itu.

Dua hari kemudian saya membaca Koran bahwa keluarga itu telah terputus dukungan kehidupan dan wanita muda itu telah meninggal. Saya tidak bisa melupakan anak itu. Hari itu saya tidak bisa menahan diri dan membeli beberapa mawar putih dan membawa ke rumah duka dimana wanita muda itu berada.

Di sana, saya melihat wanita itu terbaring mendekap mawar putih yang indah, boneka yang cantik dan foto seorang anak yang diambil di depan toko.  Saya menangis luar biasa dan sejak saat itu hidup saya berubah untuk selamanya. Cinta yang dimiliki anak itu terhadap ibu dan adiknya sangat luar biasa. Dan dalam hitungan detik, seorang pengemudi mabuk telah merobek kehidupan anak kecil itu sampai hancur.

Author: Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ads1

Feature